Iman kepada Allah

Iman kepada Allah

Pengertian Iman kepada Allah

Kata iman berasal dari bahasa Arab yang artinya percaya. Menurut istilah, iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, iman kepada Allah dapat diartikan dengan membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya. Selanjutnya, pengakuan ini diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata. Seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna jika memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Jika seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Hal ini karena ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.

Beriman kepada Allah sebagai Khaliq merupakan rukun iman yang pertama. Ketentuan ini sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya,

Iman ialah bahwa engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada rasulrasul-Nya, kepada hari kiamat, dan hendaklah engkau beriman kepada qadar yang baik dan buruk”. (H.R. Muslim)

Iman kepada Allah juga merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar umat manusia beriman  kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya berikut ini yang artinya:

Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al-Qur’an) yang  diturunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitabkitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh. (Q.S. An-Nisa : 136)

Ayat di atas menjelaskan bahwa jika kita ingkar kepada Allah, akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia sendiri.

Dalil Naqli tentang Sifat Wajib dan Mustahil Allah

Allah swt. memiliki sifat wajib, mustahil, dan jaiz. Sifat wajib adalah sifat yang wajib atau harus ada pada Allah swt. sebagai khaliq. Sifat mustahil merupakan sifat yang tidak mungkin ada pada Allah swt. sebagai khaliq. Sifat wajib dan mustahil bagi Allah swt. dapat ditemukan dalam uraian berikut.

1. Wujud

Wujud berarti ada. Allah swt. memiliki sifat wujud dan mustahil bersifat ‘adam yang berarti tidak ada. Adanya alam beserta isinya menunjukkan  bahwa Allah swt. bersifat wuju – d. Adanya benda-benda yang ada di sekitar kita menunjukkan sifat wuju – d-Nya. Berkaitan  dengan sifat wuju-d, Allah swt. berfirman seperti berikut yang artinya:

Dan Dialah yang telah menciptakan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, tetapi sedikit sekali kamu bersyukur. Dan Dialah yang menciptakan dan mengembangbiakkan kamu di muka bumi ini dan kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pergantian malam dan siang. Tidakkah kamu mengerti? (Q.S. al-Mu’minu-n : 78–80)

2. Qidam

Qidam artinya dahulu. Lawannya adalah hudus, artinya baru. Allah tidak berpermulaan. Sesuatu yang memiliki permulaan, yaitu dari tidak ada menjadi ada, berarti baru. Sesuatu yang baru berarti makhluk. Allah bukan makhluk, melainkan kha-liq (Pencipta). Allah berfirman seperti berikut yang artinya:

Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. al-Hadid : 3)

Dahulunya Allah tidak seperti dahulunya makhluk. Dahulunya makhluk itu ada permulaannya, yaitu didahului oleh keadaan tidak ada kemudian menjadi ada. Allah sejak dahulu sudah ada dan tanpa permulaan.

3. Baqa’

Baqa’ artinya kekal, abadi, dan langgeng selamanya. Lawannya adalah fana, artinya rusak, binasa, dan ada batas akhirnya. Semua ciptaan Allah mempunyai kelemahan, perubahan, perkembangan, dan akhirnya musnah tidak ada lagi. Sifat sifat makhluk tersebut tidak kekal. Allah yang menciptakan makhluk akan tetap ada selama-lamanya, sekalipun semua makhluk telah hancur binasa. Inilah makna sifat baqa-’. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya berikut yang artinya:

Semua yang ada di bumi itu akan binasa, tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal. (Q.S. Ar-Rahman : 26–27)

4. Mukhalafatu Lilhawadis

Allah swt. adalah pencipta dan tidak sama dengan makhluk-Nya. Oleh karena itulah, Dia bersifat mukha-lafatu lilh.awa-dis yang berarti berbeda dengan makhluk (semua yang baru). Allah swt. mustahil bersifat mumasalatu lilh.awa – dis yang berarti mustahil bagi Allah swt. serupa dengan makhluk-Nya. Allah swt. berbeda dengan makhluk dalam segala hal, baik zat, sifat, perbuatan, maupun ucapan. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah swt. Allah swt. menegaskannya dalam ayat berikut yang artinya:

 ”. . . . Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat.” (Q.S. Asy-Syu – ra: 11)

5. Qiyamuhu Binafsih

Allah bersifat qiyamuhu binafsih, artinya Allah berdiri sendiri tanpa bantuan pihak lain. Hal ini karena Allah Mahabesar dan Mahakuasa. Sifat mustahilnya adalah qiya – muhu bigairih ( ), artinya mustahil bagi Allah membutuhkan bantuan pihak lain. Allah berfirman seperti berikut yang artinya :

Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, yang terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Q.S. -Ali ‘Imran : 2)

6. Wahdaniyyah

Allah bersifat wahdaniyyah, artinya bahwa Allah Maha Esa, tidak ada sekutu-Nya. Sifat mustahilnya adalah ta‘addud, yang berarti berbilang atau lebih dari satu. Keesaan Allah itu mutlak, artinya Allah Esa dalam sifat dan perbuatan. Esa zat-Nya artinya tidak karena hasil penjumlahan, perkalian, atau segala perhitungan dari macam-macam unsur. Esa sifat-Nya berarti bahwa sifat-sifat kesempurnaan bagi Allah tidak dapat dipersamakan dengan sifat-sifat yang ada pada makhluk. Esa perbuatan-Nya, berarti bahwa Allah adalah satu-satunya yang mengatur, menguasai, memelihara alam beserta isinya, dan dalam perbuatan-Nya tersebut tidak dicampuri oleh siapa pun juga. Tentang keesaan Allah ini antara lain tertera dalam firman-Nya berikut ini yang artinya:

Katakanlah (Muhammad): ”Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (Q.S. al-Ikhlas : 1–4)

7. Qudrat

Qudrat artinya Mahakuasa atau yang memiliki kekuasaan. Allah swt. Mahakuasa dan mustahil bersifat ‘ajzun ( ) yang artinya lemah. Kekuasaan Allah meliputi segala sesuatu dan tidak terbatas. Kekuasaan-Nya meliputi langit dan bumi. Dengan kekuasaan-Nya, Allah swt. menciptakan dan memusnahkan makhluk-Nya. Tidak ada satu pun makhluk yang mampu menandingi kekuasaan-Nya. Berkaitan dengan sifat qudrat Allah swt. berfirman seperti berikut yang artinya:

”. . . . Sungguh Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. al-Baqarah: 20)

8. Iradat

Allah swt. bersifat irada-t yang artinya berkehendak. Dia dapat melakukan apa saja sesuai dengan kehendak-Nya. Sifat mustahilnya adalah kara-hah ( ) yang berarti terpaksa. Allah swt. berkehendak tanpa ada satu pun makhluk yang mampu memaksa-Nya. Hal ini berbeda dengan manusia. Manusia memiliki keinginan. Akan tetapi, untuk mewujudkan keinginannya manusia membutuhkan bantuan, bahkan  ditentukan oleh pihak lain. Keinginan manusia berada di bawah kendali Allah swt. Keinginan manusia tidak akan terwujud jika Allah swt. tidak menghendakinya. Berkaitan dengan sifat irada-t, Allah swt. berfirman seperti berikut yang artinya :

Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, ”Jadilah!”, maka jadilah sesuatu itu. (Q.S. Yasin : 82)

9. Ilmu

Allah bersifat ‘ilmu, artinya Allah wajib bersifat pandai atau mengetahui. Allah swt. mustahil bersifat jahlun yang berarti bodoh. Pengetahuan dan kepandaian Allah tidak terbatas. Allah mengetahui segalanya, kecil besar, jauh dekat, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Perhatikan firman Allah berikut ini yang artinya :

“. . . padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. al-H.ujurat : 16)

10. Hayat

Allah bersifat hayat artinya hidup. Sifat mustahilnya adalah maut ( ). Hidup Allah tidak berpermulaan dan tidak berkesudahan. Dia tidak pernah mengantuk, tidak pernah tertidur, apalagi mati. Itulah bedanya dengan hidupnya manusia. Allah hidup dengan sendirinya, tanpa ada yang menghidupkan. Manusia dihidupkan oleh Allah dengan memberinya nyawa. Allah swt. berfirman sebagai berikut yang artinya :

Allah, tiada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur . . . . (Q.S. al-Baqarah: 255)

11. Sama’

Allah wajib bersifat sama‘ artinya mendengar. Sifat mustahilnya adalah summun ( ), artinya tuli. Pendengaran Allah itu sempurna dan tidak terbatas. Allah dapat mendengar semua jenis suara, baik yang gaib maupun terang, baik yang dekat maupun jauh. Bahkan, Allah dapat mendengar bisikan hati manusia.

Pendengaran Allah tidak sama dengan pendengaran manusia. Manusia mendengar menggunakan alat, yaitu telinga yang dikaruniakan Allah. Tidak semua suara dapat didengar oleh manusia. Allah mendengar dengan pendengaran-Nya yang sempurna. Berkaitan dengan sifat sama’, Allah swt. berfirman seperti berikut yang artinya :

”. . . . Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Ma-’i dah : 76)

12.Basar

Allah bersifat basar, artinya Maha Melihat. Sifat mustahilnya yaitu ‘umyun ( ), yang berarti buta. Allah telah menciptakan makhluk-Nya dapat melihat. Pastilah Dia sendiri mempunyai sifat Maha Melihat. Segala sesuatu yang terjadi di alam ini tidak terlepas dari penglihatan Allah. Oleh karena itu, manusia harus berhati-hati dalam berbuat. Allah berfirman seperti berikut yang artinya :

” . . . Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-H.ujurat : 18)

13.Kalam

Allah bersifat kala – m, artinya Allah mampu berfirman atau berbicara. Sifat mustahilnya adalah bukmun ( ), artinya bisu. Allah menciptakan manusia di bumi agar mereka dapat mengolah dan memakmurkannya. Untuk kepentingan ini, Allah telah menurunkan  petunjuk dan pedoman bagi manusia berupa wahyu seperti Al-Qur’an serta kitab-kitab Allah swt. lainnya. Inilah bukti bahwa Allah memiliki sifat kala – m (berbicara).

” . . . Dan kepada Musa, Allah berfirman langsung.” (Q.S. an-Nisa-’ : 164)

Tinggalkan Balasan